Roadmap PUI, PUI, PUI poltekkesbandung
Roadmap PUI, PUI, PUI poltekkesbandung

Latar Belakang

         Pemanfaatan bahan lokal baik pangan dan non pangan sangat diperlukan untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Berkaitan dengan non pangan diantaranya kebutuhan  untuk farmasi. Menteri Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan sebuah peraturan yang mewajibkan industri farmasi dan alat kesehatan untuk mengutamakan penggunaan bahan baku hasil produksi dalam negeri pada 28 Februari 2017. Kewajiban tersebut tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Selain itu, Permenkes tersebut juga mewajibkan agar penyediaan obat dan alat kesehatan oleh pemerintah dan/atau swasta untuk kebutuhan masyarakat yang bahan bakunya berasal dari dalam negeri. Bukan hanya untuk kebutuhan di dalam negeri, Menteri Kesehatan melalui peraturan itu sebenarnya berniat untuk mendorong agar industri farmasi dan alat kesehatan yang bahan bakunya asal Indonesia agar bisa berkiprah di kancah internasional. Dalam Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi, Menkes Nila berharap agar pelaksanaan upaya kemandirian obat dan bahan baku obat dalam negeri bisa didukung dengan komitmen dalam pengorganisasian, penggerakan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi dari semua pemangku kepentingan sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab masing-masing. Industri farmasi nasional memiliki potensi pertumbuhan cukup besar namun perlu didukung pengembangan yang mendorong ketersediaan bahan baku lokal. 

         “Potensi besar pada pertumbuhan pasar farmasi dalam negeri membutuhkan suatu usaha untuk peningkatan ini terus dilakukan, salah satunya dukungan bahan baku lokal, sebagai strategi Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Biologi dalam Menghadapi Persaingan Pasar Global melalui Pendekatan Quadruple Helix". Kekayaan alam Indonesia berbeda dan lebih beragam di banding negara lain. Potensi itu dapat dimanfaatkan secara bisnis termasuk dalam mendukung industri farmasi nasional. Peluang yang ada pada industri farmasi menurut Ernie sudah terbuka akan tetapi masih terdapat beberapa kendala.


          Selain bahan lokal non pangan terdapat pula bahan lokal pangan atau makanan. Makanan yang dikonsumsi sehari-hari berfungsi untuk mencukupi kebutuhan tubuh akan energi dan zat-zat gizi, baik makro maupun mikro. Namun seiring dengan perkembangan zaman, semakin meningkat pula berbagai penyakit degeneratif, yang penyebabnya diduga antara lain berasal dari perubahan pola konsumsi makanan, dan pola hidup. Kemajuan teknologi menyebabkan orang mulai beralih kepada konsep makanan siap saji, proses pengolahan makanan dengan menggunakan bahan tambahan pangan, makanan yang mengandung kadar lemak atau kadar gula yang tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis makanan memiliki peran dalam mencegah maupun mengobati penyakit. Berawal dari konsep ini, maka lahirlah makanan fungsional. Secara sederhana, makanan fungsional didefinisikan sebagai makanan yang mempunyai fungsi tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dasar bagi tubuh, tetapi juga memiliki fungsi lainnya (Tapsell, 2009). Makanan fungsional ini sering disebut juga dengan makanan yang mempunyai fungsi kesehatan, khususnya untuk pencegahan (prevention) penyakit. Istilah makanan fungsional digunakan pertama kali oleh para peniliti di Jepang pada sekitar tahun 1984, ketika pemerintah Jepang mulai memikirkan anggaran untuk kesehatan bagi lansia yang menjadi tanggung jawab pemerintah, dan semakin lama semakin meningkat populasi lansia, sehingga diantisipasi dengan konsumsi makanan fungsional untuk mencegah berbagai penyakit dan meningkatkan kualitas hidup. Di Jepang, makanan fungsional ini diberi nama FOSHU (Food for Specified Health Uses), yaitu sebuah klaim bagi makanan yang diketahui secara ilmiah mengandung komponen yang mempunyai efek menguntungkan bagi kesehatan.

         Makanan fungsional dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu berdasarkan sumber makanan dan cara pengolahan. Berdasarkan sumbernya, makanan fungsional dibedakan menjadi makanan fungsional nabati dan makanan fungsional hewani. Makanan fungsional nabati adalah makanan fungsional yang berasal dari tumbuhan, contohnya: kedelai, beras merah, tomat, bawang putih, anggur, teh dan sebagainya. Makanan fungsional hewani adalah makanan fungsional yang berasal dari hewan, contohnya: ikan, susu dan produk-produk olahannya. Berdasarkan cara pengolahannya, makanan fungsional dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: makanan fungsional alami, makanan fungsional tradisional dan makanan fungsional modern. Makanan fungsional alami adalah makanan yang tersedia di alam dan tidak mengalami proses pengolahan, contohnya adalah buah-buahan dan sayur-sayuran yang dimakan segar. Makanan fungsional tradisional adalah makanan fungsional yang diolah secara tradisional, contohnya: tempe, dadih, dan sebagainya. Makanan fungsional modern adalah makanan fungsional yang dibuat secara khusus dengan menggunakan perencanaan dan teknologi khusus. Contohnya adalah makanan khusus untuk penderita diabetes seperti Diabetasol dan Diabetamil. Produk ini mengandung serat dan senyawa fungsional lain yang dapat menurunkan respon gula darah sehingga sangat baik untuk penderita diabetes. Komponen makanan fungsional dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: zat gizi dan non gizi. Zat gizi dapat berupa zat gizi makro yang mempunyai efek fisiologis (contoh : resistant starch atau asam lemak omega 3) atau zat gizi mikro yang jumlah konsumsinya melebihi rekomendasi konsumsi per hari. Komponen non gizi contohnya adalah mikroorganisme atau bagian kimia dari tumbuhan. Komponen bioaktif dari makanan fungsional adalah: (a) Zat gizi: asam amino, beberapa jenis protein, asam lemak tak jenuh ganda (PUFA = polyunsaturated fattyacids), vitamin, mineral dan sebagainya. (b) Non gizi : serat pangan, prebiotik, probiotik, fitoestrogen, fitosterol dan fitostanol, poliphenol dan isoflavon, gula alkohol, bakteri asam laktat, dsb.

         Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan telah dipublikasi oleh Poltekkes Kemenkes Bandung serta bahan lokal pangan dan non pangan banyak ditemukan di wilayah Poltekeks Kemenkes Bandung yaitu Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan uraian di atas, sangat diperlukan Pusat Unggulan Pemanfaatan Bahan Lokal terhadap Perbaikan Derajat Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat di Poltekkes Kemenkes Bandung.

Diperbarui pada: 2121/1010/20202020, oleh: Admin

Slogan

“PUI Poltekkes Kemenkes Bandung memang unit kecil bukan berarti kecil dari segala hal tetap solid, karena kerja tim adalah kunci membangun poltekkes kemenkes bandung juara dan mengudara”

Pengunjung

006164
Users Today : 1
Users Yesterday : 1
Users Last 7 days : 7
Users Last 30 days : 44
Users This Month : 25
Users This Year : 485
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram