Latar Belakang

Oktober 21, 2020

PUI poltekkes bandung

Di Dalam Artikel ini...

Blog List

Pemanfaatan bahan lokal, baik pangan maupun non-pangan, sangat diperlukan untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Berkaitan dengan non-pangan, salah satunya adalah kebutuhan untuk farmasi. Menteri Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan sebuah peraturan yang mewajibkan industri farmasi dan alat kesehatan untuk mengutamakan penggunaan bahan baku hasil produksi dalam negeri pada 28 Februari 2017. Kewajiban tersebut tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Selain itu, Permenkes tersebut juga mewajibkan agar penyediaan obat dan alat kesehatan oleh pemerintah dan/atau swasta untuk kebutuhan masyarakat menggunakan bahan baku yang berasal dari dalam negeri.

Bukan hanya untuk kebutuhan di dalam negeri, melalui peraturan itu, Menteri Kesehatan sebenarnya berniat mendorong industri farmasi dan alat kesehatan yang bahan bakunya berasal dari Indonesia agar bisa berkiprah di kancah internasional. Dalam Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi, Menkes Nila berharap agar pelaksanaan upaya kemandirian obat dan bahan baku obat dalam negeri dapat didukung dengan komitmen dalam pengorganisasian, penggerakan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi dari semua pemangku kepentingan sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab masing-masing. Industri farmasi nasional memiliki potensi pertumbuhan yang cukup besar, namun perlu didukung oleh pengembangan yang mendorong ketersediaan bahan baku lokal.

“Potensi besar pada pertumbuhan pasar farmasi dalam negeri membutuhkan suatu usaha untuk peningkatan yang terus dilakukan, salah satunya melalui dukungan bahan baku lokal sebagai strategi Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Biologi dalam Menghadapi Persaingan Pasar Global melalui Pendekatan Quadruple Helix.”

Kekayaan alam Indonesia berbeda dan lebih beragam dibanding negara lain. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara bisnis, termasuk dalam mendukung industri farmasi nasional. Menurut Ernie, peluang dalam industri farmasi sudah terbuka, tetapi masih terdapat beberapa kendala.

Selain bahan lokal non-pangan, terdapat pula bahan lokal pangan atau makanan. Makanan yang dikonsumsi sehari-hari berfungsi untuk mencukupi kebutuhan tubuh akan energi dan zat-zat gizi, baik makro maupun mikro. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, semakin meningkat pula berbagai penyakit degeneratif, yang penyebabnya diduga antara lain berasal dari perubahan pola konsumsi makanan dan pola hidup.

Kemajuan teknologi menyebabkan orang mulai beralih ke konsep makanan siap saji, proses pengolahan makanan dengan menggunakan bahan tambahan pangan, serta makanan yang mengandung kadar lemak atau kadar gula yang tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis makanan memiliki peran dalam mencegah maupun mengobati penyakit. Berawal dari konsep ini, lahirlah makanan fungsional.

Secara sederhana, makanan fungsional didefinisikan sebagai makanan yang tidak hanya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dasar bagi tubuh, tetapi juga memiliki fungsi tambahan lainnya (Tapsell, 2009). Makanan fungsional sering disebut juga sebagai makanan yang memiliki manfaat kesehatan, khususnya dalam pencegahan (prevention) penyakit. Istilah makanan fungsional pertama kali digunakan oleh para peneliti di Jepang sekitar tahun 1984, ketika pemerintah Jepang mulai memikirkan anggaran kesehatan bagi lansia yang menjadi tanggung jawab negara. Dengan populasi lansia yang semakin meningkat, konsumsi makanan fungsional diantisipasi sebagai solusi untuk mencegah berbagai penyakit dan meningkatkan kualitas hidup. Di Jepang, makanan fungsional ini diberi nama FOSHU (Food for Specified Health Uses), yaitu klaim bagi makanan yang diketahui secara ilmiah mengandung komponen yang memiliki efek menguntungkan bagi kesehatan.

Makanan fungsional dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu berdasarkan sumber makanan dan cara pengolahannya.

  1. Berdasarkan sumbernya, makanan fungsional terbagi menjadi:
    • Makanan fungsional nabati, berasal dari tumbuhan, contohnya: kedelai, beras merah, tomat, bawang putih, anggur, teh, dan sebagainya.
    • Makanan fungsional hewani, berasal dari hewan, contohnya: ikan, susu, dan produk olahannya.
  2. Berdasarkan cara pengolahannya, makanan fungsional dibedakan menjadi tiga kelompok:
    • Makanan fungsional alami, yaitu makanan yang tersedia di alam dan tidak mengalami proses pengolahan, contohnya buah-buahan dan sayur-sayuran yang dimakan segar.
    • Makanan fungsional tradisional, yaitu makanan yang diolah secara tradisional, contohnya tempe, dadih, dan sebagainya.
    • Makanan fungsional modern, yaitu makanan yang dibuat secara khusus dengan perencanaan dan teknologi tertentu, contohnya makanan khusus untuk penderita diabetes seperti Diabetasol dan Diabetamil. Produk ini mengandung serat dan senyawa fungsional lain yang dapat menurunkan respons gula darah sehingga sangat baik untuk penderita diabetes.

Komponen makanan fungsional dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu zat gizi dan non-gizi:

  • Zat gizi, bisa berupa:
    • Zat gizi makro yang memiliki efek fisiologis, seperti resistant starch atau asam lemak omega-3.
    • Zat gizi mikro yang dikonsumsi dalam jumlah lebih dari rekomendasi harian.
  • Non-gizi, misalnya:
    • Mikroorganisme atau bagian kimia dari tumbuhan yang memiliki manfaat bagi tubuh.

Komponen bioaktif dari makanan fungsional, seperti:

  • Zat gizi: asam amino, beberapa jenis protein, asam lemak tak jenuh ganda (PUFA = polyunsaturated fatty acids), vitamin, mineral, dan sebagainya.
  • Non-gizi: serat pangan, prebiotik, probiotik, fitoestrogen, fitosterol dan fitostanol, polifenol dan isoflavon, gula alkohol, bakteri asam laktat, dan lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan dipublikasikan oleh Poltekkes Kemenkes Bandung, bahan lokal pangan dan non-pangan banyak ditemukan di wilayah Poltekkes Kemenkes Bandung, yaitu di Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan uraian di atas, sangat diperlukan Pusat Unggulan Pemanfaatan Bahan Lokal terhadap Perbaikan Derajat Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat di Poltekkes Kemenkes Bandung.